Senin, 10 Februari 2020

Drama Pagi

Matahari sore mulai menelusup menyusuri bilik jendela yang sedikit terbuka, pertanda suasana sore akan berganti  menjadi malam, Yang padanya berisi sunyi. Menyembunyikan kebisingan suara knalpot motor dan mobil, menyimpan suara – suara kicawan burung dan kokok ayam, sepi dan hening yang menjadi alam para penghamba untuk berdoa memanjatkan harapan dan asa. Kembalinya waktu bersama, orangtua mencumbu girang tawa dengan anak dirumah.

“Assalamualaikum? “ucap laki – laki tegap, bersepatu pantofel sembari mengetuk pintu rumahnya.

“Waalaikumsalam” Jawab  Arhan sebagai anak pertama yang sudah sekolah kelas satu, kemudian membukakan pintu depan yang berlapis teralis besi.

“Ayah pulang, ..”ucap Arhan memberi kabar kepada bundanya dan adik perempuanya Arya.
Arhan menyalam jabat tangan ayahnya kemudian mencium tangan.

Menyelinap dari balik hordeng pembatas ruangan, sikecil Arya yang lari kemudian menyapa
“Ayaaah,…” sikecil Arya lari sambil mengangkat tangan pertanda ingin digendong.

Tanpa ba bi bu lagi, Ayah dua anak itu menggendong anak perempuannya lalu mencium kening gadis mungil itu dengan ucapan “ Anak Sholehah”

Begitu suasana sore, sebuah keluarga kecil dipelosok pulau.

Sepulang ayahnya, anak laki – laki selalu menginginkan bermain dengan ayahnya. Si bungsu sudah mempersiapkan mainan bersama. Mobil dan Robot, mainan favorite Arhan.
“Ayah kita main yuk,..” Ajak Arhan.
“Ayuk” balas, ayahnya.

Sore yang menyenangkan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi,

Dan kemudian rutinitas drama pagi ini si bungsu mulai mogok, “kenapa ngak mau sekolah,Nak ?”
Arhan terdiam menatap jalan, diam tanpa berucap alasan.

Bundanya berucap: “abang,  kenapa abang ngak mau sekolah, coba cerita ke bunda”
“Abang mau sama bunda.” Balas Arhan

Bundanya kemudian berargumen, “ Abang harus sekolah ya nak, biar abang Arhan pinter. Coba abang lihat itu anak – anak yang di lampu merah, kasihan kan mereka mencari uang sendiri. Abang mau seperti mereka?” Tawar bundanya.

Kita harus bersyukur sama Allah, ayah kerja – bunda kerja untuk biaya sekolah Abang Arhan dan Adek Arya.
Bunda kerja dulu ya Nak?, 

Dengan berat hati, Arhan melangkahkan kakinya ke depan pintu gerbang.